Ibu adalah makhluk yang diciptakan dengan penuh cinta, artikel ini dipersembahkan untuk semua ibu di seluruh bumi ini.
Allah Maha Penyayang. Sudah paham kita bahwa kata ‘maha’ pada sifat Allah itu telah menunjukkan bahwa Allah swt tiada tandingannya dalam sifat itu. Tapi tetap saja Rasulullah memperbandingkan sifat kasih sayang Allah dengan sifat kasih sayang makhluk – untuk memberi pemahaman kepada umat bahwa kasih sayang Allah jauh lebih besar dari kasih sayang yang diperbandingkan. Tentu kasih sayang makhluk yang diperbandingkan itu bukanlah kasih sayang yang sepele. Kalau kita ingin memberi pemahaman pada anak kita yang masih kecil sebesar apa ikan paus itu, tentu kita tidak akan memperbandingkan dengan ikan cupang, tapi kita akan katakan “tahu sebesar apa ikan hiu atau lumba-lumba? Ikan paus jauh lebih besar.”
Umar bin Khatab pernah menceritakan pengalamannya setelah melewati suatu peperangan. “Didatangkan beberapa tawanan ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tiba-tiba ada di antara para tawanan seorang wanita yang buah dadanya penuh dengan air susu. (tampaknya ia kebingungan mencari anaknya). Setiap ia dapati anak kecil di antara tawanan itu, ia ambil dan kemudian ia dekap di perutnya dan disusuinya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya pada para sahabat, “Apakah kalian menganggap wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?” Kami pun menjawab, “Tidak. Bahkan dia tak akan kuasa untuk melemparkan anaknya ke dalam api.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada wanita ini terhadap anaknya.” (Muttafaq Alaih)
Perbandingan itu membuat saya memahami bahwa begitu besar cinta Allah kepada makhluk-Nya mengalahkan setiap bentuk kasih sayang yang lain, sekaligus membuat saya tersadar begitu besarnya cinta seorang ibu sampai-sampai dijadikan perbandingan untuk cinta yang maha dahsyat milik Allah swt.
Sebuah Berita Memulai Cerita Cinta
Test Pack, Ultrasanografi (USG), atau apa pun medianya telah memulai perjalanan kisah cinta yang agung. Tidak malu-malu air mata menghias di kerling mata seorang calon ibu ketika mendapat berita hadirnya buah hati yang menyatu pada jasadnya. Bukan simbiosis mutalisme, apalagi parasitisme, tapi jalinan hubungan yang dijalani oleh organisme yang memakan makanan induk semangnya pada jasad seorang wanita merupakan simbiosis cintaisme. Simbiosis yang sangat-sangat ditunggu oleh seorang wanita.
Setelah hadirnya kabar itu, seorang wanita akan menemukan cinta di sekelilingnya, di setiap harinya.
Morning Sickness dan Semua Kepayahan
Jasadnya saja yang menderita morning sickness, tapi hatinya along day hapiness. Rasa mual memang mengganggu, tapi tak menjadi beban pikiran. Dan setiap kepayahan yang terasakan, tak mampu mempengaruhi hari-hari bahagia seorang wanita. Ada cinta baru, kebahagiaan, dan rasa syukur kepada Allah swt yang berkekuatan dahsyat mendominasi kesadaran wanita tanpa ada yang bisa mengkudetanya.
Siapa yang bilang kalau cinta itu pasti selalu mudah dan menyenangkan?
Ekspresi yang Tak Rasional
Seorang pria dengan pikiran rasionalnya mempertanyakan kebiasaan seorang wanita mengandung yang rajin mengelus perut dan berbicara pada janinnya. “Sia-sia. Bagaimana mungkin jasad itu mengerti apa yang kau lakukan dan apa yang kau katakan?” Wanita itu menjawab, “Ah, tahu apa kamu tentang cinta ini. Apakah kau percaya ada energi hangat yang jatuh dari matahari ke bumi? Kau melihatnya? Kalau kau tak melihatnya tapi percaya, maka lebih masuk akal lagi bahasa cinta ini. Tapi kemampuan rasional mu terbatas, wahai pria…”
Perbincangan wanita pada janinnya itu monolog. Indoktrinasi cinta dari seorang calon ibu pada anaknya.
Dan Wujud Cinta itu pun Terlihat Nyata
Yang mencintai merasakan perih, yang dicintai menangis keras. Ada pertengkaran kah? Justru puncak kebahagiaan baru saja hadir. Rasa geregetan selama sembilan bulan untuk segera melihat buah hati tuntas sudah. Cinta bergemuruh di dada seorang ibu. Kalau selama ini usapan cinta terhalang oleh perut, kini cinta itu bisa ditransfer langsung di dekat jantung seorang ibu. Jantung yang tiap hari denyutnya digerakkan oleh cinta.
Seorang ibu mengerti, bila bayi menangis di tengah malam adalah karena ia rindu mendengar detak jantung si ibu. Selama sembilan bulan sebelumnya si bayi tak pernah alpa sehari pun mendengar denyut jantung si ibu, kini setelah lahir si bayi merasa kehilangan denyut cinta itu. Karenanya, kapan pun ia merasa rindu, si bayi mengeak keras.
Dan waktu terus berjalan, sang anak tumbuh besar. Tapi cerita cinta si ibu tidak pernah berhenti. Ketika seorang anak sudah lama disapih, sudah lupa bunyi detak irama cinta dari ‘alat musik’ jantung seorang ibu, si anak pun mulai tergerus kesadarannya akan cinta seorang ibu. Itu yang membuat seorang anak berani menantang ibunya. Semoga bukan karena tidak mampunya ibu membahasakan cinta pada seorang anak ketika si anak telah tumbuh. Karena bahasa cinta di setiap umur seorang anak itu berbeda-beda. Seorang ibu harus paham bahasa yang tepat untuk setiap usia.
Bahkan setelah remaja, seorang anak mulai memadu cinta ibunya. Tak masalah karena itu fitrah. Tapi saat nama lain mulai masuk ke hati, sering kali nama itu bersikap egois dengan berusaha menyingkirkan nama ibu yang sebelumnya ada di hati seorang anak. Tragis. Semoga bukan karena kedudukan cinta ibu di hati anak yang memang lemah. Seorang anak di dunia ini akan menemukan berbagai cinta, kalau ibu tidak mampu mengokohkan cintanya di hati seorang anak, maka cinta ibu itu rawan dikalahkan oleh cinta lain.
Bakti yang Agung Pada Manusia Penuh Cinta
Cinta. Menjadi alasan yang kuat kalau seorang muslim wajib menaati orang tuanya, terutama ibu. “Penuhilah hak ibu, sebab surga berada di bawah telapak kakinya.” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Nasa’i; diriwayatkan juga oleh Bukhari, kita adab; Thabrani; dan Al-Hakim). Kalau Rasulullah mengumpamakan surga berada di bawah telapak kaki ibu, lalu apa yang ada di kening seorang ibu? Cinta di jantung seorang ibu, surga di telapak kakinya.
Seorang hamba merindukan keridhoan Tuhannya. Ia lakukan amal-amal jawarih (amal anggota tubuh) dan nawafil (sunnah). Ia tahan kantuk di sepertiga akhir malam, ia tahan lapar di siang hari, dan bergegas ia ke masjid untuk ihtiromil waqtih (menghormati waktu) sholat wajib. Sudah sampai kah pada ridho Tuhannya? “Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi,Hakim). Kalau ia belum melakukan birrul walidain (berbuat baik pada orang tua) sehingga orang tuanya ridho, amal-amal itu beserta kesusahannya belum membuat Allah swt ridho.
Keridhoan orang tua… padahal itu mudah. Karena cinta ibu pada anak tertanam kuat di jantungnya. Kesusahan mengandung, melahirkan, dan mengasuh adalah upaya menanam pondasi cinta sampai ke dasar jantung. Apa yang dapat meruntuhkan bangunan kokoh itu? Kedurhakaan!!
“Siapa yang membuat orang tuanya sedih, maka ia telah durhaka kepada keduanya.” (HR Bukhari)
Hamba itu ingin menyempurnakan usahanya. Ia tak mampu terus menerus sholat dan puasa sepanjang waktu. Tapi ada amal ruhbaniah/kependetaan (seperti pada hadits riwayat Ahmad) yang sebanding dengan terus menerus sholat dan puasa selama mengerjakan amal itu. Yaitu jihad. (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Ibnu Majah). Hamba itu bersemangat kepada amalan itu. Adakah halangan?
“Aku ingin berangkat perang, dan aku datang untuk meminta nasihat Anda.” Kata seorang pemuda kepada Rasulullah saw. Lalu Nabi bertanya, “Apakah Anda masih punya ibu?” Jawab pemuda itu, “Ya masih.” Nabi berkata “(Kalau begitu) pergilah, penuhilah kewajiban Anda untuk berbakti kepadanya, sebab surga itu berada di antara kedua kakinya.” (HR Hakim, shahih menurut beliau dan disepakati Adz-Dzahabi).
Ibu… wanita itu adalah manusia penuh cinta. Respon lah cinta itu karena surga dan keridhoan Allah bergantung dari bagaimana kita merespon cinta ibu.
Robirhamhuma kama robbayani sighoro. “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS 17:24)
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS 46:15)
Sumber
Islamedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar